I.
PENDAHULUAN
Alquran adalah sumber pedoman manusia yang pertama untuk
menjalani segala kehidupan didunia dengan berbagai ajaran yang terkandung dan
dapat dipahami dengan berbagai cara, namun tidak semua ayat-ayat Al-quran dapat
dipahami dengan begitu saja, namun dengan datangnya nabi Muhammad SAW, sebagai
suri teladan umat manusia. Dengan inilah hadits atau bisa disebut juga dengan
khabar dari rosulullah untuk para umat islam agar menjalani ibadah seperti apa
yang telah diajarkan oleh rosulullah, namun penyampaian hadits kepada para
sahabat terkadang terjadi suatu permasalahan,baik dalam bacaan ataupun susunan
redaksinya sendiri bisa sama persis dengan qoul beliau atau bisa juga terjadi
sebuah perubahan. Dari hal inilah pemakalah membahas tashif fi hadits dalam mata kuliah ulumul hadits dua
ini, karena hal ini sangat penting dalam periwayatan sebuah hadits.
II.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian tashif dalam
hadits?
2.
Apa saja macam-macam
tashif?
3.
Apa saja kitab yang
membahas tentang tashif fi hadits?
4.
Apa saja hal-hal yang
memungkinkan terjadinya tashif dalam hadits dan implikasi terhadap perawi?
III.
PEMBAHASAN
A.
Ta’rif Tashif fi hadits
Dalam kitab taisir fi mustalah hadits Muhammad Thahan
mendefinisikan secara bahasa atau etimologi adalah isim maf’ul dari al tashhif yaitu kesalahan dalam
lembaran, istilah Ash-Shuhafi adalah
orang yang salah dalam membaca (tulisan dalam suatu) lembaran, maka menjadikan
perubahaban pada sebagian makna tulisan tersebut karena kesalahan dalam
membacanya[1].
Sedangkan secara
istilah adalah mengubah kalimat yang terdapat pada suatu hadits menjadi kalimat
yang tidak diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah, baik secara lafadz maupun
maknanya. Ada pula sebagian ulama hadits
yang mengartikan satu hadits yang huruf sanadnya atau matannya berubah
karena titik, dengan tetap adanya bentuk tulisan asal.[2]
B.
Macam-macam tashif
Ada
beberapa pemabagian tashif yang dilihat dari beberapa segi sudut pandang
diantaranya:
a.
Dilihat dari segi tempat
terjadinya
1.
Tashif pada sanad
Perubahan redaksi disebabkan kesalahan
dalam penempatan titik pada seorang rawinya, contoh seperti yang diriwayatkan
oleh syu’bah dari ‘Awwam bin murajim ( مراجم) kemudian ditashif oleh Yahya Ibn Main dengan
mengatakan dari al ‘Awwam bin Muzahim( مزاحم) . Perubahan ini terjadi pada kata مراجم ke مزاحم yang mana harakat titik pada huruf jim( ج) pada kata murajim
dipindah pada huruf ra’ ( ر) sehingga menjadi huruf
za’ ( ز).[3]
Yang benarnya adalah:
حَدِيْث شعبة ، عن العوام بن مراجم، عن أبي عثمان النهدي عن عثمان
بن عفان، قَالَ: قَالَ رَسُوْل الله: (لتؤدنَّ الحقوق إلى أهلها…الْحَدِي)
2.
Tashif pada matan
Perubahan redaksi kalimat yang ada dalam
matan hadits disebabkan adanya kesalahan dalam penempatan titik. Contohnya,
kesalahan yang dilakukan oleh Lahi’ah yang mengubah sebuah hadits yang
datangnya dari Zaid bin Tsabit yang sebenarnya berbunyi seperti ini:
.............إحتجر في المسجد .... lalu kemudian diubah menjadi .....احتجم
b.
Dilihat dari segi sumber
atau penyebabnya
1.
Tashif Bashar
Yaitu keraguan yang terjadi pada
penglihatan si pembaca ( pearawi ) atas tulisan, karena buruk atau rusaknya
tulisan tersebut, atau juga karena tidak ada titiknya. Contohnya yang dilakukan
oleh Abu Bakar as-Suli berikut:
من صام رمضان واتبعه ستا من شوال kata “ستا” ternyata dirubah menjadi شيئا
tentunya hal ini sangat jauh terjadi pergeseran dalam maknanya
2.
Tashif Sam’i
Perubahan
yang terjadi karena rusaknya pendengaran atau jauhnya tempat orang yang
mendengar sehingga terjadi suatu keraguan terhadap sebagian kata-kata yang
mempunyai wazan sharaf , seperti
hadits yang diriwayatkan dari ‘Ashim al Ahwal berubah menjadi Washil al Ahdab
yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni.[4]
Setidaknya ada beberapa sebab terjadinya perubahan diantaranya:
a.
Rawi mendengar dari jarak
jauh, sehingga terjadi keserupaan dalam hadits dalam pendengarannya
b.
Muhaddits yang melafalkan
tidak terlalu jelas sehingga serupa dalam pendengaran muridnya
c.
Akibat kurang tajam
pendengaran orang yang mendengar sehingga salah dengar
d.
Suasana tempat penerimaan
hadits gaduh, sehingga menghilangkan konsentrasi pendengar
e.
Mendengar perkataaan
orang-orang sekitar yang mirip dengan kata-kata yang diucapkan muhadits
sehingga terjadi keserupaan pendengar
c.
Dilihat dari segi lafadz
dan maknanya
1.
Tashhif Lafdzi
Perubahan
pada lafal yang banyak terjadi di beberapa hadits, seperti perubahan kata إحتجر ke احتجم. Yang
dimaksud dalam hal ini adalah pengubhan kata disebabkan terjadinya keserupaan
pada suatu kalimat sehingga keliru ketika membacanya, bisa disebabkan karena
tulisannya yang kecil, khatnya yang memang jelek, kurangnya pengelihatan rawi,
jarak kitab yang dibaca terlalu jauh, sehingga memudarkan pengelihatan rawi dan
atau karena suasana saat itu sedang gelap ini bisa disebut juga tashhiful qira’ah.
2.
Tashhif Maknawi
Terjadi
perubahan makna suatu lafal, tapi lafalnya tetap pada bentuk asalnya. Hal ini
terjadi karena sang perawi menginginkan pemahaman lain pada lafal tersebut,
seperti perkataan Abu Musa Muhammad al-Musani,
نحن من عتره صلى الينا رسول الله ,,, padahal yang dimaksud hadits tersebut adalah
ان النبي الى عتره
pemahaman Abu Musa ini terlahir dari sangkaan bahwa kata ‘anazah adalah nama sebuah
kabilah yang terkenal di Arab, padahal artinya adalah tongkat yang ditancapkan
didepan orang yang sedang melakukan salat.
C.
Kitab- kitab yang membahas
tentang Tashhif fi hadits
Ada beberapa kitab
atau referensi yang merujuk pada tashif diantaranya:
·
Kitab At-Tashif karya
Daruquthniy
·
Kitab Ishlah Khatha’ al-Muhadditsin,
karya Khathabi
·
Kitab Tashifat al-Muhadditsin
karya Abu Ahmad al-Askariy
D.
Hal- hal yang memungkinkan
terjadinya Tashhif dalam hadits dan implikasinya terhadap rawi serta hukum
membenarkannya
Hal-hal yang memungkinkan terjadi Tashhif
fi hadits bisa dikarenakan teks gundul, yang tidak bertitik dan tidak
berharakat padahal yang karakter hurufnya hampir mirip seperti ba’ dengan ta’,
tsa’ atau nun tanpa bertatap muka dengan guru yang ahli di bidangnya, atau juga
karena faktor lupa. Dalam sebuah
artikel, dikemukakan ada beberapa kemungkinan terjadinya tashhif yaitu:
1.
خطأ في قراءة المكتوب، بسبب رداءة الخط، أو
غرابته، أو ضعف البصر، أو العجلة في القراءة، أو غير ذلك.
2.
خطأ في كتابة ما يراد كتابته، سواء كان من
حفظ أو كتاب أو إملاء الغير، سواء كان ذلك من سبق القلم كما يقولون، أو من غيره.
3.
خطأ في التلفظ، وأكثره من باب سبق اللسان.
4.
خطأ في السمع، أي سمع التلميذ، بسبب بعد
الشيخ أو المملي أو ضعف صوته أو ضعف أدائه، أو سرعة كلامه أو مؤثر خارجي أو غير
ذلك.
5.
تغير اللفظة في الكتاب، بعد أن كانت مكتوبة على الصواب،
بسبب من الأسباب.
6.
تغير اللفظة في الحفظ، بعد أن كانت محفوظة على الصواب،
بسبب من الأسباب أيضاً.
Enam penyebab di atas, ada
kalanya yang terjadi secara disengaja, dan daftar sebab terjadinya tashif bisa
lebih banyak lagi jika mempertimbangkan aspek-aspek yang lainnya. Ini adalah
salah satu bentuk inventarisasi penyebab tashif yang sifatnya masih
terbuka.[5] Didalam kitab Taisir
musthalah hadits Muhammad thahan menjelaskan tentang impilkasi tashif terhadap
rawi sebagai berikut:
ü Jika tashif tersebut frekuensinya sedikit atau bahkan
jarang terjadi, maka itu tidak akan merusak integritas seorang rawi, karena
tidak ada seorangpun yang bisa bebas dari melakukan kesalahan dan sedikit
tashif.
ü Sebaliknya, jika seorang rawi sering melakukan tashif,
maka ini bisa menciderai ke-dhabith-annya, dan ini menjadi indikasi lemahnya
integritas intelektualnya[6]
Sedangkan hukum membenarkan tashhif
ada dua pendapat yang pertama: sebagian ulama berpendapat bahwa
pembetulan seperti di atas tidak diperbolehkan. Jadi, dibiarkan saja
sebagaimana adanya dalam tulisan (yang salah) itu. Pada pendapat ini tidak
dijelaskan alasan mengapa tidak diperbolehkan melakukan pembetulan.
Pendapat kedua
justru membolehkannya, merubah (dalam arti mengoreksi), membetulkan, serta
meriwayatkan versi yang sudah dibetulkan. Ini adalah pendapat yang disandarkan
pada Ibnu al-Mubarak dan al-Auza’iy. Pembetulan atau koreksi (hadis mushahhaf
dan muharraf) di dalam kitab juga dibolehkan oleh sebagian ulama.
Sedikit menengahi di antara dua
pendapat di atas, Imam Nawawi lebih memilih untuk membiarkan saja kesalahan
tersebut sebagaimana aslinya teks yang salah tadi, tapi tetap memberikan
koreksi dan menjelaskan versi yang benar darinya di tempat lain, yakni dalam Hasyiyah
kitab.
[1]
Muhammad Thahan, Taisir Musthalah Hadits,
(Indonesia: Al-Harumain, 1985), h. 114
[2]
A.Qodir Hasan, Ilmu Musthalah Hadits,
( Bandung: Diponegoro, 2007), h. 193
[3] M.
Mashuri Mochtar, Kamus Istilah Hadits,(
Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 1435 H/2013), h. 117
[4] M.
Mashuri Mochtar, h. 118
[6]
Muhammad Thahan, h. 116-117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar