Sabtu, 02 April 2016

TAFSIR AL MISBAH, AL MARAGHI DAN AL MANAR
PADA Q.S ALI IMRON AYAT: 129
1.      Tafsir al Misbah

¬!ur $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 4 ãÏÿøótƒ `yJÏ9 âä!$t±o Ü>Éjyèãƒur `tB âä!$t±o 4 ª!$#ur Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÊËÒÈ  
“Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Al Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan ayat-ayat sebelumnya dengan bertitik tolak dari peristiwa perang Uhud. Ketika itu, paman nabi SAW, yakni sayyidina Hamzah Ibn ‘Abdul Muththalib, terbunuh dan mayatnya diperlukan secara sangat tidak wajar. Perutnya dibelah dan hatinya dikeluarkan untuk dipotong dan dikunyah oleh Hind Ibn Utbah Ibn Rabiah sebagai balas dendam karena paman nabi itu membunuh ayahnya yang musyrik pada saat perang Badar setahun sebelum terjadi perang Badar.
Nabi yang pada saat itu terpukul dan bermaksud untuk membalaskan akan kekejaman tersebut. Bukhori meriwayatkan bahwasanya nabi SAW, berdoa agar tokoh-tokoh musyrik dikutuk oleh Allah SWT. Imam Muslim meriwayatkan bahwa dalam perang uhud itu nabi SAW terluka, gigi beliau patah dan wajah beliau berlumuran darah, ketika itu Rosul berkomentar:” Bagaimana mungkin satu kaum akan meraih kebahagiaan, sedangkan mereka melumuri wajah nabi mereka dengan darah. “ meluruskan sikap nabi SAW. Itu, ayat ini turun mengingatkan bahwa “tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu,’’ apakah kamu bermaksud membalas dendam atau menjatuhkan sanksi dan kekalahan kepada mereka. Pakah Allah mengampuni atau menyiksa mereka?. Kalau Allah menghendaki Dia penuhi harapanmu atau, kalau menghendaki, Allah mengilhami mereka penyesalan lalu bertaubat sehingga Allah menerima taubat mereka, atau bisa juga Allahmengazab mereka semua atau sebagian mereka, baik melalui usahamu ataupun tanpa usahamu. Semua itu, kembali kepada Allah. Kalau Allah menyiksa mereka, itu adalah wajar karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
Setelah turun ayat ini, Nabi tidak pernah sekalipun mengutuk seseorang dan tidak pula mendoakan yang buruk. Ketika ada yang mengusulkan agar beliau mendoakan kebinasaan seorang atau sekelompok, beliau menjawab: “saya diutus bukan menjadi pengutuk, tetapi saya diutus mengajak dan membawa rahmat. Ya Allah, ampunilah kaummu karena mereka tidak mengetahui.”
Ayat ini juga dapat dihubungkan dengan ayat-ayat yang lalu baik berbicara tentang perang Uhud maupun perang Badar dengan menyatakan ayat ini menegaskan bahwa kemenangan atau kekalahan dimanapun terjadinya, tidak mempunyai kaitan dengan pribadimu, wahai Muhammad. Engkau tidak harus dipuji jika pasukan mendapatkan kemenagan, tidak juga dicela bila kalah, karena semua kembali kepada Allah. Tugasmu hanya menyampaikan dan berusaha, sedangkan beriman atau kufur, berhasil atau gagal, itu semua kembali kepada Allah. Jika ada diantara mereka yang memerangi itu diampuni atau disiksa oleh Allah, itu juga terpulang-Nya karena milik Allah apa dan siapa yang di langit dan yang di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang dia kehendaki, sesuai dengan pengetahuan dan kebijaksanaan-Nya. Dia menyiksa siapa yang dia kehendaki, yaitu yang wajar untuk mendapatkan siksa-Nya dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.
Ayat ini ditutup dengan kedua sifat itu, maha pengampun dan maha penyayag, sebagai isyarat kepada mereka yang diperlakukan tidak wajar agar memberi ampun, maaf, dan kasih sayang kepada orang-orang yang telah melakukan kesalahan terhadapNya. Termasuk dalam hal ini, korban atau keluarga para syuhada’ perang Uhud.
2.      Tafsir al Maraghi

¬!ur $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 4 ãÏÿøótƒ `yJÏ9 âä!$t±o Ü>Éjyèãƒur `tB âä!$t±o 4 ª!$#ur Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÊËÒÈ       

Ibnu Jarir mengatakan, “Artinya semua yang ada dalam cakrawala langit, dari timur sampai barat, kamu dan mereka milik Allah SWT. Dialah yang berkuasa atas mereka, semua teratur dengan kehendak-Nya. Dia memberikan ampunan kepada orang yang dikehendaki dari kalangan mahluk-Nya yang pernah berbuat maksiat terhadap perintah atau larangan-Nya. Kemudian Dia memberikan ampunan kepadanya. Dia menyiksa orang yang dikehendaki dari kalangan mereka lantaran pelanggaran yang dilakukannya. Dialah pembalasnya. Dia maha pengampun dan dapat menutupi dosa-dosa siapa pun yang disukai-Nya. Dari kalangan mahluk berkat kemurahan-Nya. Dia maha penyayang terhadap mereka. Oleh karena itu, Dia meninggalkan mereka, tidak menyiksanya secara terburu-buru, sekalipun dosa-dosa mereka lakukan amat besar.
Dalam hal ini terkandung pelajaran dari Allah terhadap nabi-Nya sekaligus merupakan pemberitahuan bahwa dosa dan laknat terhadap kaum musyrikin itu seyogyanya bukan berasal darimu (Muhammad). Sebab semua perkara milik Allah. Tak seorangpun dari kalangan penduduk bumi, sekalipun ia malaikat yang terdekat, atau nabi yang di-utus, kecuali hanyalah orang tertentu yang telah diserahi tugas oleh-Nya guna melaksanakan sebagian pengaturan tersebut.
Dengan demikian, berarti kekuasaannya terbatas dalam ruang lingkupyang menjadi jabatannya. Sama sekali ia tidak dapat melampui tatanan-tatanan umum di dalam melaksanakan tugasnya. Yang dimaksudkan tatanan-tatanan umum adalah tatanan alam semesta dan kemasyarakatan.
3.      Tafsir al Manar
Dalam tafsir al Manar dijelaskan bahwasanya Allah yang berkuasa atas yang ada di langit dan di bumi beserta urusan-urusan-Nya dan akan mengampuni siapa yang dia kehendaki karena sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi maha Penyayang. Allah juga berwenang akan memberi siksa kepada orang yang Dia kehendaki.
Ibnu Jarir menyatakan bahwasanya yang di maksud bukan untuk Muhammad SAW akan tetapi kepada orang kafir yang senantiasa semaunya sendiri dan engkau (Muhammad) tidaklah wajib untuk memaafkanya akan tetapi hanyalah Allah yang menghendaki. Maka dalam hal ini ditolaklah doa Rasul SAW, karena Rasul dan umatnya tidak diperkenankan mendo’akan orang musyrik dicelakakan Allah, memenangkan Islam, jangan hanya mengandalkan do’a, tapi mesti berjuang dengan menghimpun kekuatan, bila kaum musyrikin ingin dikalahkan, maka kaum muslimin harus kuat dalam segala aspek kehidupan. Urusan siksa atau ampunan merupakan wewenang Allah, bukan tanggung jawab Rasul atau umatnya. Allah memiliki segalanya, tapi dia tetap berpeganh pada kebijaksanaan yang sifatnya adil dan Maha penyayang. Akan tetapi perlu diingat kembali bahwasanya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.

Dari tafsir al Misbah, Maraghi dan al Manar semuanya hampir sama dimana Allah memberikan ampunan dan menyiksa siapa saja yang Dia kehendaki karena beberapa sebab-sebab yang menjadikan hamba tersebut mendapatkan ampunan dan siksaan. Segala urusan yang ada di langit dan bumi dan semuanya hanya Allahlah yang mengatur karena semuanya sudah ada sistem (sunnah), dari-Nya. Akan tetapi Allah mempunyai sifat Ghofur dan Rahim yang memberikan kesempatan bagi hambanya untuk bertobat dan mendapatkan Rahim yang sesuai akan amalan seorang hamba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar